NDRA BILABONG
Jumat, 05 Juli 2013
semua tentang latah "G-O-K-I-L"......
satpam latah itil.....
cewek cantik latah lucu
Aishah AF7 melatah
Kalo ini bukan latah.......tapiii.....
Nyanyian Banci Koplak
Putri Penelope Latah
5 Penyebab Pendapatan Kita Tergerus
Apakah ada orang yang mengaku tidak mau kaya atau hidup berkecukupan? Mungkin ada, tapi sulit dicari. Setiap bulan, begitu banyak orang ramai menabung atau menyisihkan pendapatan. Lalu apa yang jadi hambatan untuk orang berkecukupan?
Setidaknya ada lima hal yang mungkin disadari atau tidak, selalu menggerus uang kita. Apa saja? Silakan simak:
Inflasi
Istilah ini bermakna laju kenaikan harga. Tiap tahun harga barang, terutama dalam kelompok makanan, naik. Sepanjang tahun lalu, seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi mencapai 4,3 persen. Ini artinya daya beli uang kita menurun sebesar angka inflasi tersebut. Jika Anda punya uang Rp 1.000.000, berarti nilainya berkurang Rp43 ribu.
Berarti lebih baik simpan uang di bank? Sebentar, cek dulu suku bunga yang ditawarkan. Kalau di bawah angka inflasi, tetap saja uang Anda akan berkurang. Belum lagi dikurangi biaya administrasi atau iuran. Apalagi kalau uangnya disimpan di bawah kasur.
Gaji tidak naik
Pendapatan bulanan yang tidak mengalami kenaikan, itu sama saja nilainya yang berkurang. Apalagi, biaya sehari-hari bisa mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan inflasi. Baik untuk konsumsi maupun transportasi. Dengan begitu, pendapatan tetap namun pengeluaran bertambah besar. Sehingga yang bisa disisihkan sebagai simpanan makin minim.
Karena itu, jika bekerja di perusahaan yang tidak bisa menaikkan gaji tahunan atau lazim dikenal dengan penyesuaian terhadap inflasi (di beberapa tempat, plus prestasi) sebaiknya minta dicarikan solusi. Misalnya kantor menyediakan makan siang bagi stafnya.
Lokasi kantor
Tempat Anda memperoleh pendapatan dan tempat membelanjakannya akan sangat menentukan besarnya nilai pendapatan yang bisa dikantongi. Misalnya, Anda bekerja di Jakarta dengan standar gaji minimum sudah di atas Rp2 juta. Lalu Anda membelanjakannya di Bogor, Jawa Barat, yang laju kenaikan harga barang pada Desember hanya 0,16 persen (Jakarta 0,56 persen). Dengan begitu, jelas belanja di Bogor lebih irit.
Boleh jadi, ini juga sebagai alasan banyaknya karyawan di Jakarta yang lebih memilih tinggal di Bogor. Mirip dengan orang Johor, Malaysia yang bekerja di Singapura dengan pendapatan dolar. Tapi belanjanya ringgit.
Jumlah anggota keluarga
Keluarga yang dimaksud di sini bukan sekadar keluarga inti. Tapi juga “penduduk” lainnya seperti pembantu atau keluarga besar. Sepanjang kemampuan ekonomi memadai, tentu tidak masalah. Justru jadi persoalan ketika kebetulan kemampuan ekonomi ala kadarnya.
Jangan bayangkan pengeluaran untuk keluarga tambahan itu sekadar uang makan sehari-hari. Tapi juga harus dihitung pemanfaatan listrik hingga air. Bisa dipastikan kapasitasnya pun akan ikut lebih besar dari biasanya. Ujung-ujungnya ya tambahan pengeluaran.
Gaya hidup
Waspadai gaya hidup. Terutama gadget yang setiap bulan bisa lahir produk baru. Jika tak menahan diri, jangan heran kantong terus tipis walaupun pendapatan naik. Jangan sampai, begitu pendapatan bertambah sedikit sudah langsung kredit mobil. Perlu diingat, yang harus dibayar bukan sekadar cicilan, tetapi juga ongkos perawatan rutin serta bahan bakar. Bisa dipastikan, biaya juga ikut bertambah dibandingkan yang dikeluarkan sebelumnya.
Solusi paling sederhana dari kasus ini adalah menjaga pengeluaran tetap stabil. Kalaupun ada kenaikan, tidak lebih besar dari laju kenaikan pendapatan.
Namun, memang ada hal lain yang tidak bisa kita jaga, yaitu inflasi. Mau tak mau, kita hanya bisa menerima hal itu sebagai faktor eksogen atau faktor dari luar yang diterima apa adanya. Untuk hal ini, mungkin solusi investasi di tempat yang dirasakan aman dan mampu menjanjikan tingkat pengembalian (return) di atas angka inflasi bisa dijadikan solusi.
Anda bisa menanam investasi pada saham maupun emas. Bisa juga investasi campuran lewat reksadana. Terpenting yang perlu dikenali sebelum memulainya adalah kredibilitas dan legalitas perusahaan tempat menitipkan dana, serta risiko instrumen yang dipilih.
Salam.
Setidaknya ada lima hal yang mungkin disadari atau tidak, selalu menggerus uang kita. Apa saja? Silakan simak:
Inflasi
Istilah ini bermakna laju kenaikan harga. Tiap tahun harga barang, terutama dalam kelompok makanan, naik. Sepanjang tahun lalu, seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi mencapai 4,3 persen. Ini artinya daya beli uang kita menurun sebesar angka inflasi tersebut. Jika Anda punya uang Rp 1.000.000, berarti nilainya berkurang Rp43 ribu.
Berarti lebih baik simpan uang di bank? Sebentar, cek dulu suku bunga yang ditawarkan. Kalau di bawah angka inflasi, tetap saja uang Anda akan berkurang. Belum lagi dikurangi biaya administrasi atau iuran. Apalagi kalau uangnya disimpan di bawah kasur.
Gaji tidak naik
Pendapatan bulanan yang tidak mengalami kenaikan, itu sama saja nilainya yang berkurang. Apalagi, biaya sehari-hari bisa mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan inflasi. Baik untuk konsumsi maupun transportasi. Dengan begitu, pendapatan tetap namun pengeluaran bertambah besar. Sehingga yang bisa disisihkan sebagai simpanan makin minim.
Karena itu, jika bekerja di perusahaan yang tidak bisa menaikkan gaji tahunan atau lazim dikenal dengan penyesuaian terhadap inflasi (di beberapa tempat, plus prestasi) sebaiknya minta dicarikan solusi. Misalnya kantor menyediakan makan siang bagi stafnya.
Lokasi kantor
Tempat Anda memperoleh pendapatan dan tempat membelanjakannya akan sangat menentukan besarnya nilai pendapatan yang bisa dikantongi. Misalnya, Anda bekerja di Jakarta dengan standar gaji minimum sudah di atas Rp2 juta. Lalu Anda membelanjakannya di Bogor, Jawa Barat, yang laju kenaikan harga barang pada Desember hanya 0,16 persen (Jakarta 0,56 persen). Dengan begitu, jelas belanja di Bogor lebih irit.
Boleh jadi, ini juga sebagai alasan banyaknya karyawan di Jakarta yang lebih memilih tinggal di Bogor. Mirip dengan orang Johor, Malaysia yang bekerja di Singapura dengan pendapatan dolar. Tapi belanjanya ringgit.
Jumlah anggota keluarga
Keluarga yang dimaksud di sini bukan sekadar keluarga inti. Tapi juga “penduduk” lainnya seperti pembantu atau keluarga besar. Sepanjang kemampuan ekonomi memadai, tentu tidak masalah. Justru jadi persoalan ketika kebetulan kemampuan ekonomi ala kadarnya.
Jangan bayangkan pengeluaran untuk keluarga tambahan itu sekadar uang makan sehari-hari. Tapi juga harus dihitung pemanfaatan listrik hingga air. Bisa dipastikan kapasitasnya pun akan ikut lebih besar dari biasanya. Ujung-ujungnya ya tambahan pengeluaran.
Gaya hidup
Waspadai gaya hidup. Terutama gadget yang setiap bulan bisa lahir produk baru. Jika tak menahan diri, jangan heran kantong terus tipis walaupun pendapatan naik. Jangan sampai, begitu pendapatan bertambah sedikit sudah langsung kredit mobil. Perlu diingat, yang harus dibayar bukan sekadar cicilan, tetapi juga ongkos perawatan rutin serta bahan bakar. Bisa dipastikan, biaya juga ikut bertambah dibandingkan yang dikeluarkan sebelumnya.
Solusi paling sederhana dari kasus ini adalah menjaga pengeluaran tetap stabil. Kalaupun ada kenaikan, tidak lebih besar dari laju kenaikan pendapatan.
Namun, memang ada hal lain yang tidak bisa kita jaga, yaitu inflasi. Mau tak mau, kita hanya bisa menerima hal itu sebagai faktor eksogen atau faktor dari luar yang diterima apa adanya. Untuk hal ini, mungkin solusi investasi di tempat yang dirasakan aman dan mampu menjanjikan tingkat pengembalian (return) di atas angka inflasi bisa dijadikan solusi.
Anda bisa menanam investasi pada saham maupun emas. Bisa juga investasi campuran lewat reksadana. Terpenting yang perlu dikenali sebelum memulainya adalah kredibilitas dan legalitas perusahaan tempat menitipkan dana, serta risiko instrumen yang dipilih.
Salam.
Kenapa seorang mahasiswi menjadi ayam kampus?
Kasus Maharany Suciyono, mahasiswi yang ditangkap sedang bersama Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien oleh KPK terkait suap impor daging sapi, membuktikan masih adanya praktik menyimpang di masyarakat.
Sosiolog Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Musni Umar mengatakan, ada beberapa hal yang membuat seseorang melakukan perbuatan tercela tersebut, di antaranya adalah usaha memenuhi kebutuhan gaya hidup.
"Dalam kasus saudari M, saya bisa mengkategorikannya ke dalam corruption by need. Dia memerlukan biaya untuk mengikuti gaya hidupnya," kata Musni Umar kepada merdeka.com, Minggu (3/2).
Namun, lanjut Musni, jika si cewek berasal dari keluarga yang mampu, bisa menempuh pendidikan di bangku perguruan tinggi bermutu, dapat uang saku, maka perilaku tersebut bisa dimasukan ke dalam corruption greed.
Dia mengingatkan, yang bisa dilakukan oleh orang tua agar anaknya tidak terjebak ke dalam perilaku tidak sehat ini dengan memperhatikan perubahan di diri anaknya.
"Terutama perubahan ekonomi. Perhatikan, apabila anaknya tiba-tiba memiliki barang mewah, itu harus dicurigai," ujarnya.
Tapi dia mengingatkan orang tua, agar jangan menanyakan secara langsung setiap perubahan di diri anak mereka.
"Tanya baik-baik, kalau perlu ada harus bisa memata-matai, agar tidak terlanjur terjerat kesusilaan," katanya.
Musni Umar mengingatkan, permasalahan di atas tidak bisa ditanggung sendiri oleh sang remaja. Ada tanggung jawab berbagai pihak, di antaranya orang tua, teman, dan lingkungan perguruan tinggi.
"Lingkungan tidak boleh tidak peduli dengan permasalahan ini. Lingkungannya seperti orang tua, teman, tempatnya kuliah harus mengontrol dalam memilih pergaulan, memberi informasi agar jangan terjerembab dalam perbuatan yang tercela," katanya.
BMI - Roarin' VTEC vol. - Spoon Sports EF9
Langganan:
Postingan (Atom)